Musafir boleh tayammum walaupun ada air
Islam adalah
agama yang mudah, tidak ada satu pun dari syari’at Islam yang memberatkan
manusia kecuali karena manusia sendirilah yang suka memberatkan dirinya
sendiri. Salah satu bentuk keringanan yang ditetapkan dalam syari’at islam
adalah adanya “rukhsah” yang bertujuan meringankan manusia dalam melaksanakan
Ibadah kepada-Nya.
Rukhsah
adalah hukum yang berubah dari sulit menjadi mudah karena ada “udzur” disertai
tegaknya sebab hukum ashal. safar adalah salah satu “udzur” adanya rukhshah
sebagaimana dalam pelaksanaan shalat dan shaum. Dalam shalat seorang musafir
diperbolehkan menjama’ dan mengqoshor, demikian juga dalam shaum Ramadhan diperbolehkan
baginya berbuka dan menggantinya pada bulan lain, lalu bagaimana dalam bersuci
(wudhu dan mandi janabah) bolehkah dia menggantinya dengan tayamum?
Dalam
al-Quran pembahasan tentang tayamum terdapat pada dua surat
Quran surat
an-Nisa ayat 43; sebelumnya menerangkan tentang mandi janabah
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْرَبُوا الصَّلاةَ
وَأَنْتُمْ سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلا جُنُباً إِلَّا
عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ
أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ
تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيداً طَيِّباً فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ
وَأَيْدِيكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوّاً غَفُوراً} [النساء:43].
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri
mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali
sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam
musafir atau kembali dari tempat buang air (hadats kecil) atau kamu telah
bercampur dengan istri (hadats besar) , kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu.
Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
Quran surat
al-Maidah ayat 6; sebelumnya menerangkan tentang wudhu
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ
وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ
إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ
مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ
لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيداً طَيِّباً
فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ
عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ
عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ}[المائدة:6]
Hai orang-orang
yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit
atau sedang dalam musafir atau kembali dari tempat buang air (hadats kecil)
atau kamu telah bercampur dengan istri (hadats besar) , kemudian kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci), sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
Bersumber
kepada dua ayat di atas, terdapat dua pendapat yang kontradiktif, yaitu:
PENDAPAT
PERTAMA :
Musafir
boleh tayamum apabila tidak mendapatkan air
ARGUMENTASI
I :
- Dlomir pada تجدوا kembali kepada masing-masing yang telah disebut sebelumnya, yaitu yang sakit, musafir, yang hadats kecil dan hadats besar.
- Lafadz فلم تجدوا ماء merupakan kinayah dari “tidak ada kemungkinan untuk menggunakan air walaupun airnya benar-benar ada”, karena sesuatu yang ada tetapi terhalang untuk menggunakannya, maka sama dengan tidak ada. Seperti bagi orang yang sakit, walaupun ada air maka sama saja dengan tidak ada karena tidak bisa menggunakannya.
ARGUMENTASI
II :
Ayat فلم
تجدوا ماء kembali kepada keseluruhan kecuali “yang sakit”, karena yang
sakit dibolehkan tayamum walaupun ada air apabila dengan menggunakannya dapat
membahayakan dirinya.
Dalam sebuah
hadits :
سنن أبى
داود-ن (1/ 133)
337 – حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَاصِمٍ الأَنْطَاكِىُّ حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ شُعَيْبٍ أَخْبَرَنِى الأَوْزَاعِىُّ أَنَّهُ بَلَغَهُ عَنْ
عَطَاءِ بْنِ أَبِى رَبَاحٍ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ قَالَ
أَصَابَ رَجُلاً جُرْحٌ فِى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ
احْتَلَمَ فَأُمِرَ بِالاِغْتِسَالِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ فَبَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ اللَّهُ أَلَمْ يَكُنْ
شِفَاءُ الْعِىِّ السُّؤَالَ ».
Hadits
diterima dari Abdullah bin Abbas, ia berkata seseorang terkena luka pada zaman
Rasulullah sallalahu ‘alaihi wasallam kemudian dia ihtilam dan disuruh untuk
mandi lalu dia mandi lalu dia pun meninggal. Kemudian sampai beritanya kepada
Rasulullah sallalahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Mereka telah
membunuhnya semoga Allah membunuh mereka, bukankah obatnya bodoh itu bertanya”
(Sunan Abu Dawud I : 133)
Sabab
an-Nuzul ayat tayamum mengenai para sahabat yang sedang dalam bepergian
dan tidak mendapatkan air.
صحيح البخاري
ت (1/ 346)
حَدَّثَنَا
زَكَرِيَّا بْنُ يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ قَالَ
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا
اسْتَعَارَتْ مِنْ أَسْمَاءَ قِلَادَةً فَهَلَكَتْ فَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا فَوَجَدَهَا فَأَدْرَكَتْهُمْ
الصَّلَاةُ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ فَصَلَّوْا فَشَكَوْا ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ آيَةَ التَّيَمُّمِ
Hadits
diterima dari Aisyah, sesungguhnya beliau meminjam kalung kepada Asma, lalu
hilang (dalam perjalanan) lalu Rasulullah sallalahu ‘alaihi wasallam memerintah
seseorang (untuk mencarinya) lalu dia menemukannya, lalu datanglah waktu shalat
sedangkan mereka tidak memiliki air lalu mereka shalat kemudian mengadukan hal
itu kepada Rasulullah sallalahu ‘alaihi wasallam lalu Allah menurunkan ayat
tayamum. (Sahih Al-Bukhari I : 342)
Hadits-hadits
yang menerangkan tentang musafir yang melaksanakan tayamum, diterangkan ketika
tidak mendapatkan air.
Berikut
diantara dalil-dalilnya:
صحيح البخاري
ت (1/ 348)
حَدَّثَنَا
آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ ذَرٍّ عَنْ سَعِيدِ
بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى
عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ إِنِّي أَجْنَبْتُ فَلَمْ أُصِبْ الْمَاءَ
فَقَالَ عَمَّارُ بْنُ يَاسِرٍ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ أَمَا تَذْكُرُ أَنَّا
كُنَّا فِي سَفَرٍ أَنَا وَأَنْتَ فَأَمَّا أَنْتَ فَلَمْ تُصَلِّ وَأَمَّا أَنَا
فَتَمَعَّكْتُ فَصَلَّيْتُ فَذَكَرْتُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا كَانَ
يَكْفِيكَ هَكَذَا فَضَرَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ وَنَفَخَ فِيهِمَا ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ
وَكَفَّيْهِ
Seseorang
datang kepada Umar bin Al-Khattab lalu ia berkata, saya junub dan tidak
mendapatkan air. Lalu Ammar bin Yasir berkata kepada Umar bin al-Khattab,
Tidakkah kamu ingat sesungguhnya kita pernah sedang bepergian, adapun kamu
tidak shalat sedangkan saya berguling-guling lalu shalat. Lalu saya
menerangkannya kepada Nabi sallalahu ‘alaihi wasallam. Maka Nabi sallalahu
‘alaihi wasallam bersabda, sesungguhnya cukup bagima begini, lalu Nabi menepukkan
kedua tangannya ke tanah dan meniup keduanya kemudian mengusapkannya kepada
wajah dan kedua telapak tangannya. (Shahih Al-Bukhari I : 348)
سنن أبى
داود-ن (1/ 133)
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ إِسْحَاقَ الْمُسَيَّبِىُّ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
نَافِعٍ عَنِ اللَّيْثِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ بَكْرِ بْنِ سَوَادَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ
يَسَارٍ عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ خَرَجَ رَجُلاَنِ فِى سَفَرٍ
فَحَضَرَتِ الصَّلاَةُ وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا
فَصَلَّيَا ثُمَّ وَجَدَا الْمَاءَ فِى الْوَقْتِ فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا
الصَّلاَةَ وَالْوُضُوءَ وَلَمْ يُعِدِ الآخَرُ ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ لِلَّذِى لَمْ يُعِدْ «
أَصَبْتَ السُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْكَ صَلاَتُكَ ». وَقَالَ لِلَّذِى تَوَضَّأَ
وَأَعَادَ « لَكَ الأَجْرُ مَرَّتَيْنِ »
Hadits
diterima dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata: Dua orang keluar bepergian
lalu dating waktu shalat sedangkan mereka tidak mendapatkan air, lalu mereka
tayamum dengan tanah yang bersih lalu shalat. Kemudian mereka mendapatkan air
pada waktu tersebut. Maka salah seorang dari mereka mengulangi shalatnya dengan
berwudhu sedangkan yang lainnya tidak mengulang. Kemudian keduanya dating
kepada Rasulullah sallalahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan kejadian
tersebut. Lalu beliau bersabda kepada orang yang tidak mengulang, Engkau telah
melaksanakan sunnah dengan benar dan shalatmu itu cukup bagimu. Dan berkata
kepada orang yang berwudu dan mengulang shalat, kamu mendapatkan dua ganjaran.
(Sunan Abu Dawud I : 133)
قال الإمام
ابن الجارود رحمه الله تعالى في المنتقى رقم (122):
حدثنا
عبدالله بن هاشم قال: حدثني يحيى بن سعيد، قال: حدثنا عوف قال: حدثنا أبو رجاء
قال: حدثنا عمران بن حصين رضي الله عنهما قال: كنا في سفر مع النبي ^ فصلى بالناس،
فلما انفتل من الصلاة إذا رجل معتزل لم يصل مع القوم، فقال: »ما منعك يا فلان أن
تصلي مع القوم؟« فقال: يا رسول الله أصابتني جنابة ولا ماء، فقال رسول الله ^:
»عليك بالصعيد الطيب فإنه يكفيك«. اهـ
سند الحديث
عند ابن الجارود صحيح ورجاله كلهم ثقات، وقد أخرج الحديث البخاري في صحيحه برقم (344)،
باب الصعيد وضوء المسلم يكفيه عن الماء، ورقم (348).
Hadits
diterima dari Imron bin Hushain ia berkata : Kami sedang bepergian bersama
Rasulullah sallalahu ‘alai wa sallam. Lalu beliau shalat mengimami orang-orang,
ketika selesai shalat ternyata ada seseorang yang memisahkan diri dan tidak
shalat bersama yang lainnya. Beliau bertanya : Hai fulan apa yang menghalangimu
untuk shalat bersama orang-orang ini? Lalu dia menjawab : Wahai Rasulullah aku
junub dan tidak ada air, Maka Rasulullah sallalahu ‘alaihi wasallam bersabda :
Hendaklah kamu (tayamum) dengan tanah yang suci, maka sesungguhnya itu cukup
bagimu. (Al-Muntaqo hadits no. 122)
(Imam Al-Bukhari meriwayat hadits
ini juga dalam Shahihnya no. 344 Bab Debu adalah wudunya orang muslim cukup
baginya daripada air no. 348)
Rasulullah
saw ketika bepergian selalu memberikan contoh berwudhu ketika akan melaksanakan
shalat.
Dalilnya:
صحيح البخاري
(الطبعة الهندية) (ص: 65)
حَدَّثَنَا
أَبُو عَوَانَةَ عَنْ أَبِي بِشْرٍ عَنْ يُوسُفَ بْنِ مَاهَكَ (مَاهِكٍ) عَنْ عَبْدِ
اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ تَخَلَّفَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ سَافَرْنَاهُ (سَفْرَةٍ سَافَرْنَاهَا) فَأَدْرَكَنَا وَقَدْ
أَرْهَقْنَا الصَّلَاةَ صَلَاةَ الْعَصْرِ وَنَحْنُ نَتَوَضَّأُ فَجَعَلْنَا
نَمْسَحُ عَلَى أَرْجُلِنَا فَنَادَى بِأَعْلَى صَوْتِهِ وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ
مِنَ النَّارِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا
Hadits
diterima dari Abdullah bin Amr, ia berkata : Rasulullah sallalahu ‘alaihi
wasallam pernah tertinggal dalam sebuah perjalanan yang kami lakukan. Lalu
beliau menyusul kami dan telah dekat waktu shalat, yaitu shalat Ashar dan kami
waktu itu sedang berwudu lalu kami mengusap kaku-kaki kami, maka beliau menyeru
dengan suaranya yang sangat keras “celakalah bagi tumit-tumit dari api neraka”
dua kali atau tiga kali. (Shahih al-Bukhari : 25)
صحيح البخاري
ت (1/ 188)
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْوَهَّابِ قَالَ سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ سَعِيدٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَعْدُ بْنُ
إِبْرَاهِيمَ أَنَّ نَافِعَ بْنَ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ
سَمِعَ عُرْوَةَ بْنَ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ يُحَدِّثُ عَنْ الْمُغِيرَةِ
بْنِ شُعْبَةَ
أَنَّهُ
كَانَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ
وَأَنَّهُ ذَهَبَ لِحَاجَةٍ لَهُ وَأَنَّ مُغِيرَةَ جَعَلَ يَصُبُّ الْمَاءَ
عَلَيْهِ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ
وَمَسَحَ عَلَى الْخُفَّيْنِ
Hadits
diterima dari Al-Mughirah bin Syu’bah, sesungguhnya dia bersama Rasulullah
sallalahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah perjalanan, lalu beliau pergi untuk melakukan
“hajat”. Dan sesungguhnay Mughiroh mengucurkan air kepada beliau sewaktu beliau
berwudhu. Kemudian beliau mencuci wajahnya, kedua tangannya, mengusap kepalanya
dan mengusap kedua sepatunya. (Shahih al-Bukhari I : 188)
صحيح مسلم
(4/ 73)
حَدَّثَنَا يَحْيَى
بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ عَنْ
كُرَيْبٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ أَنَّهُ سَمِعَهُ
يَقُولُ دَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ عَرَفَةَ حَتَّى إِذَا
كَانَ بِالشِّعْبِ نَزَلَ فَبَالَ ثُمَّ تَوَضَّأَ وَلَمْ يُسْبِغِ الْوُضُوءَ
فَقُلْتُ لَهُ الصَّلاَةَ. قَالَ « الصَّلاَةُ أَمَامَكَ ». فَرَكِبَ فَلَمَّا
جَاءَ الْمُزْدَلِفَةَ نَزَلَ فَتَوَضَّأَ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أُقِيمَتِ
الصَّلاَةُ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ ثُمَّ أَنَاخَ كُلُّ إِنْسَانٍ بَعِيرَهُ فِى
مَنْزِلِهِ ثُمَّ أُقِيمَتِ الْعِشَاءُ فَصَلاَّهَا وَلَمْ يُصَلِّ بَيْنَهُمَا
شَيْئًا
Hadits
diterima dari Usamah bin Zaid, dia berkata : Rasulullah sallalahu ‘alaihi
wasallam meninggalkan Arafah sesampainya di Syi’b beliau turun lalu kencing,
lalu berwudhu dan tidak menyempurnakan wudhunya. Lalu saya berkata kepada
“shalat”. Beliau bersabda, “nanti kita shalat di depan”. Lalu beliau
berangkat menunggangi kendaraannya, lalu ketika datang ke muzdalifah beliau
turun dan berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian menyuruh untuk Iqomah
lalu melaksanakan shalat Maghrib lalu orang-orang mengikat untanya pada
tempatnya kemudia diperintah iqomah lagi lalu melaksanakan shalat isya dan
beliau tidak melakukan satu pun shalat antara keduanya. (Shahih Muslim IV : 73)
(Lihat Tafsir At-Tahrir wa
At-Tahrir, tafsir al-Washit, tafsir ayat ahkam, zad Al-Muyassar fi ‘ilmi
tafsir, Ahkamul-Quran li As-Syafi’I dalam menerangkan ayat-ayat tayamum)
PENDAPAT
KEDUA :
Musafir
boleh tayamum, baik ada air maupun tidak ada
ARGUMENTASI
:
Ayat فلم
تحدوا ماء “kemudian kamu tidak mendapat air” ma’tuf kepada أو جاء أحد منكم …
“atau datang salah seorang dari kamu …” dan bukan kepada وإن كنتم مرضى أو على
سفر “dan jika kamu dalam keadaan sakit atau sedang bepergian”.
Hadats itu
bukan udzur yang membolehkan tayamum, (yaitu ayat أو جاء أحد منكم من الغائط أو
لامستم النساء) berbeda dengan sakit dan safar, (yaitu ayat وإن كنتم مرضى أو على
سفر) oleh karena itu “lalu kamu tidak mendapatkan air” bukan ma’tuf kepada yang
sakit dan Musafir, tetapi kepada hadats kecil dan hadats besar.
Dengan
demikian udzur yang membolehkan tayamum itu ada tiga :
- Sakit
- Safar
- Tidak mendapatkan air (bagi yang sehat dan muqim)
Apabila ayat
“kemudian kamu tidak mendapatkan air” ma’tuf kepada “yang sakit” dan “musafir”
maka tidak ada faidah dalam penyebutannya (“yang sakit” dan “musafir”), karena
yang sehat dan yang muqim pun jika tidak mendapatkan air, maka mesti tayammum.
Tidak mungkin al-Quran menyebutkan sesuatu yang tidak ada faidahnya.
“Safar”
telah dikenal sebagai “udzur syar’I” dalam penetapan rukhsah pada ibadah-ibadah
lainnya seperti shalat (jama’ dan qashar) dan shaum, maka demikian juga dalam
bersuci (wudhu dan mandi janabah).
Al-Quran
adala sumber pertama dalam penetapan hukum islam sedangkan as-Sunnah adalah
penjelas terhadap hukum-hukum yang disebutkan secara mujmal/samar dalam
al-Quran. Dengan demikian apabila penunjukkan terhadap suatu hukum telah jelas
dalam al-Quran, maka itulah yang didahulukan.
Sabab
an-nuzul ayat tayamum tidak dapat dijadikan “batasan keadaan” bolehnya tayamum
bagi musafir karena masih bersifat mujmal (tidak jelas). apakah karena
safarnya? Atau karena tidak ada airnya? Atau karena kedua-duanya?
وقائع
الأحوال مجملة لا تنهض دليلا
“kejadian-kejadian
suatu keadaan yang mujmal tidak dapat dibangun sebagai dalil (argument)”.
Dengan demikian lebih didahulukan keterangan dari ayat al-Quran yang secara
jelas menerangkan udzur bolehnya tayamum, yaitu sakit, safar dan tidak
mendapatkan air.”
Qaidah
Ushuliyah menyebutkan,
العبرة بعموم
اللفظ لا بخصوص السبب
Pelajaran
itu diambil dari keumuman lafadz bukan dari kekhususan sebab.
Maksudnya
apabila ayat al-Quran atau hadits Nabi menerangkan dengan lafadz yang umum
ditujukan kepada suatu sebab (baik sabab nuzul atau sabab wurud) yang khusus,
maka yang diamalkan adalah lafadz yang umum tersebut.
Pada ayat
tayamum tersebut diterangkan dengan lafadz أو على سفر secara umum. Dengan
demikian berlaku baik ketika ada air maupun tidak.
(Lihat
Tafsir Al-Munir li-Az-Zuhailiy, Tafsir Al-Maraghi, Tafsir Al-Manar, At-Tibyan
fi I’robil Quran dalam menerangkan ayat-ayat tayamum)
Kami lebih
condong kepada pendapat yang kedua, dengan alasan:
- Ayat al-Quran yang menjelaskan tentang tayamum bagi musafir tidak samar, sehingga kedudukan as-Sunnah dalam masalah ini tidak sebagai penjelas tetapi sebagai penguat.
- Hadits-hadits yang menerangkan Rasulullah saw berwudhu ketika safar tidak menunjukkan suatu kewajiban, dalam sebuah qaidah ushul dijelaskan
وأفعاله صلى
الله عليه وسلم مندوب إليها ليست بواجبة إلا بدليل
Perbuatan-perbuatan
Nabi sallalahu ‘alai wasallam menunjukkan anjuran dan tidak menunjukkan wajib
kecuali ada dalil (yang menunjukkannya)
(Tafsir Al-Qurtubi V : 213)
Dengan
demikian kami berkesimpulan :
- SAFAR ADALAH “UDZUR” ADANYA RUKHSAH TAYAMUM
- MUSAFIR BOLEH TAYAMUM WALAUPUN ADA AIR